cakrawala
Selamat datang di ruang ulasan puisi Kedai Estetik (kelas kajian puisi angkatan 2009 Universitas Haluoleo)

JALAN DI BALIK “BUKIT PASIR SAJADAH YOHANA” KARYA LD. GUSMAN NASIRU

Oleh: Egan Sumaria (A1D1 09 015)


BUKIT PASIR SAJADAH YOHANA
Karya: LD. Gusman Nasiru

Seperti sayap jibril meranggas meenuhi bukit pasir yang gigil dihujani malapetaka.
Terpintal doa-doa yang terlampau kental sebagian menukil dari ayat kitab berleleran
memenuhi Gaza. Jalur ini membangun terusan air mata dari bahsa jerit kanak-kanan.
Sebagian menepi pada aroma darah. Sebab pembantaian adalah maut yang berlari
disetiap perbatasan siang dan malam.
Tepi barat. Mereka mengirim celaka disetiap ledakan rudal. Melenyapkan kampung
halaman para babi dari peta dunia apa yang lebih keu pahami selain kematian yang
amis disitu mereka telah membangun seribu prasasti depan pintu surga.
Betapapun yag menyeret diri menunjuk angka malam desembeli hak lupa mengiri setitik
harapan disela-sela aroma tangis dan jerit kematian yang telah terduga dan malu ini
kami jinjing di atas kepala memperhatian kepada dunia bahwa kami berhasi terusia
dari kami sendiri.
Jangan lupa menyapa tanah kami disetiap shalat yang kau rancang di atas sajadahmu,
Yohana.
-Ahlan wa sahlan-
03:28 a.m.
23-04-09




Dalam menganalisis puisi karya Laode Gusman Nasiru yang berjudul “Bukit Pasir Sajadah Yohana”. Saya sebagai pembaca sekaligus penyaji pemula awalnya sangat kesulitan dalam memahami makna yang tersirat dalam puisi ini. Tetpi setelah saya membaca secara saksama dan berulang-ulang saya dapat menggambarkan kejadian-kejadian atau fenomena yang terjadi yang dialami pada masa lampau ataupun masa kini.

Setelah membaca puisi secara berulang-ulang saya mencoba memahami judul “ Bukit Pasir Sajadah Yohana”. Untuk memahami judul puisi tersebut, saya berusaha mendapatkan gambaran tentang ciri-ciri dari berbagai macam kemungkinan makna yang dikandungnya. Dari proyeksi berbagai macam kemungkinan makna puisi yang berjudul “Bukit Sajadah Yohana”. Misalnya saya menemukan gambaran makna berikut :
- Gambaran tentang keadaan di negara Palestina yang merupakan kaum muslim yang penuh kehormatan yang terdapat dibagian timur tengah.
- Gambaran tentang di daerah padang pasir mengenai kehidupan dan latar belakang pertempuran yang dilancarkan Israil ke daerah palestina.
- Sebagai akibat dari keadaan tersebut, bagian daerah itu kemungkinan banyak menelan korban jiwa.

Dari proyek makna tersebut, sekarang dapat ditentukan bahwa makna dari judul puisi mengandung makna sesuatu yang tidak berarti.

Sebagai gambaran makna judul maupun gambaran makana secara umum, sekarang saya perlu menetah lebih mendalam. Jalan pertama yang saya tempuh adalah membahas makna setiap larik puisi karya Gusman asiru yang berjudul “ Bukit Pasir Sajadah Yohana”. Pada stanza pertama pemilihan kata yang berbunyi “seperti sayap jibril meranggas memenuhi bukit pasir yang gigil dihujani malapetaka”. Pemilihan kata meranggas dapat diartikan sebagai kesulitan atau juga penderitaan, namun pada kata gigil dapat dimaknai sebagai menjerit-jerit. Jadi pada larik ini jelas penyair menggambarkan suatu keadan warga yang berada di bukit pasir, keadaan disini sangat-sangat memprihatinkan dimana hampir seluruh warga yang tinggal disini menjadi sumber malapetaka.

Kemudian pada larik berikutnya yang berbunyi “ terpintal doa-doa yang terlampau kental, sebagaian menukil dari ayat kitab, berleleran memenuhi Gaza. Penyair menggambarkan bahwa doa sangat berperan penting dalam menghadapi suatu masalah. Doa juga tetap melekat dalam kehidupan mereka, yang mungkin saja tidak terlepas dari ayat kitab bagi kaum muslim. Gaza merupakan negeri yang bersejarah, negeri perjuangan dan negeri sahda karena banyaknya rakyat Gaza yang syahid di jalan Allah. Bagi kaum muslim (warga Gaza), dengan kekuatan doa bisa membawa berkah yang mereka tidak bisa bayangkan kapan akan tiba. Kenyataan tersebut tidak hanya warga Gaza saja yang tidak terlepas dari ayat kitab (doa), tetapi juga seluruh warga negara Indonesia khususnya bagi orang-orang muslim. Kata – kata yang telah dipilih oleh penyair ini sangat mendukung sekali karena dengan kekuatan doa walhasil masalah yang dihadapi dengan sendirinya akan hilang. Mungkin Laode Gusman Nasiru ketika memilih kata tersebut telah membangkitkan pengalaman jiwanya terhadap segala sesuatu dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Pengalaman itu telah diolah dan didapatkan sedemikian rupa sehingga lahirlah kata-kata tersebut. Dan masih pada bait ini juga yang berbunyi “jalan itu membangun tersusun air mata dari bahasa jerit dan kanak-kanak” Larik ini maknanya sangat bertolak belakang dengan larik kedua, dimana pada larik ini penyair manggambarkan masalah peristiwa yang menimpa warga Gaza. Dalam peristiwa tersebut mendatangkan bencana yang menghancurkan mereka. Disini terlihat jelas bahwa yang menjadi sasaran kebanyakan kanak-kanak. Penderitaan mereka terus bertambah karena mereka tidak bisa berbuat apa-apa tanpa adanya pertolongan. Pernyatan tersebut juga terlihat jelas pada stanza pertama yang berbunyi: sebagian menepi pada aroma darah sebab pembantaian adalah maut yang berlari disetiap perbatasan siang dan malam. Pada larik ini sangat berkaitan dengan makna larik pertama bahwa akibat kejadian yang menimpa warga palestina, di daerah Gaza membawa bencana besar bagi warganya. Mereka yang terbunuh mulai dari bayi, anak-anak, remaja, hingga nenek-nenek dan kakek-kakek, masih pada stanza pertama yang berbunyi “sebab pembantaian adalah maut yang berlari disetiap perbatasan siang dan malam” Penyair menggambarkan bahwa pembantaian terhadap penduduk dan perampasan hak-hak atas penduduk Gaza. Dalam larik ini dapat dibaca kata yang menunjuk pada hal waktu yang diungkapkan secara bertentangan : “siang dan malam”. Permasalahan tentang waktu menjadi pilihan penyair untuk mengungkapkan pengalaman puistisi. Hal ini dapat dikemukakan secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan maut. Maut adalah masalah siapa pun sebagai takdir atas penerimaan kehidupan yang dijalani di dunia ini. Pengamatan Laode Gusman Nasiru terhadap situasi tersebut membangkitkan pengalaman jiwanya terhadap banyangan maut. Pengalaman itu telah diolah dan didapatkan sedemikian rupa sehinga lahirlah kata-kata tersebut yang benar-benar mempesona bagi para pembaca.

Suasana pada stanza pertama dipertegas lagi pada stanza kedua, dimana sipenyair menggambarkan tempat terjadinya peristiwa di setiap ledakan bom yaitu pada kata : tepi barat mereka mengirim celaka disetiap ledakan rudal. Pemilihan kata “tepi barat” masih sangat berhubungan dengan Gaza. Walaupun saat ini memang Gaza dan tepi barat berpisah. Gazah dikuasai oleh hamas dan tepi barat dikuasai oleh Fatah, masih pada stansa tersebut, pada kata : mereka mengirim celakan disetiap ledakan rudal. Penyair menggambarkan tentang peristiwa yang dilakukan oleh fatah. Larik ini jelas terlihat bahwa pada kata “mereka” bisa itu diartikan sebagai warga fatah. Maksud larik ini hampir sama dengan maksud stanza pertama. Di mana, akibat dari ledakan bom yang telah diloncarkan oleh fatah, jelas sekali bahwa yang mengalami korban kemungkinan juga sangat mengesankan, mungkinkah mereka melakukan semua itu ingin meyakinkan rakyatnya bahwa mereka sedang berjuang untuk kepentingan dan keamanan mereka. Meski harus dengan cara mengebom gedung apartemen besar dan membasmi rakyat palestina. Larik ini juga berhubungan dengan agresi yang bernuansa politik dan mungkin juga mengesankan bagi penyair dan pembaca. Mungkin penyair menulis kata-kata tersebut awalnya dia ikut simpati dengan keadaan yang menimpa warga palestina, sehingga mungkin saja timbul dalam dirinya sehingga lahirlah kata-kata tersebut. Masih pada stansa ini yang berbunga : meleyapnya kampung halaman para Nabi dari peta dunia. Pemilihan kata kampung halaman para Nabi dapat diartikan sebagai suatu tempat yang bersejarah, negeri pernah berjuang. Tempat dimana mereka memperjuangkan kekuasaannya dengan gerakan yang terkenal. Tempat disini juga diartikan sebagai tempat dikabarnya datuk Rasulullah SAW. Jadi saya yang mengartikan kampung halaman para nabi itu adalah suatu tempat persinggahan para nabi pada zaman dahulu kala. Namun bagaimana dengan “peta dunia” pemahaman saya tentang kata tersebut diartikan sebagai gambaran kehidupan seluruh masyarakat pelestina. Jadi makna pada larik ini merupakan suatu tempat persinggahan para nabi yang sekarang ini sudah tidak berarti lagi (diambang kehancuran) khususnya gambaran bagi kehidupan palestina.

Masih suasana pada stanza kedua yang berbunyi : apa yang lebih kau pahami selain kematian yang amis. Menurut saya maknanya membentuk kalimat tidak bersubjek, karena tidak jelas kepada siapa yang mengapresiasikan atau mempertanyakan pemahamannya apakah adalagi yang dia ketehui selain kematian yang merngerikan. Ini berarti La Ode Gusman Nasiru sengaja melibatkan pembacanya dalam larik tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan pada puisi tersebut memang bermula pada pengalaman pribadi yang benar-benar kuat dan lengkap. Bahkan diungkapkan benar-benar membuat pembaca berpikir keras.

Kemudian pada larik berikutnya yang berbunyi : disitu mereka telah membangun sebuah prasasti depan pintu surga pada kata “seribu prasasti” saya mengartikan sebagai tanda-tanda kehidupan. Namun pada kata “depan pintu surga” lebih hal-hal yang menyengkut keyakinan atau kekuatan agama. Jadi pada larik tersebut penyair mengambarkan tentang bagaiman membangun kehidupan mereka dengan penuh keyakinan, persaudaraan dan sala satuya agama tidak pernah penyimpang dari kehidupan mereke. Makna ini juga berkaitan dengan stanza pertama larik kedua. Karena agama dan doa merupakan suatu kesatuan, makna ini juga berhubungan dengan kehidupan pembaca dan penyair, mungkin dengan kekuatan agama dan doanya Gusman Nasiru keinginannya sebagai penyair mencapai kesuksesan ini berhubungan dengan pendekatan objektif yang menyangkut penilaian Absolutisme mengatakan bahwa penilaian karya sastra harus didasarkan pada ukuran dogmatis, misalnya agama. Agama merupakan suatu pengertian terhadap hal-hal yang harus tak dielekan dan kemajuan tidak dapat ditolak oleh semua anggota masyarakat, karena itu agama berlaku sebagai dasar penilaian perasaan manusia.

Pada stanza ketiga yang berbunyi : betapapun jam yang menyorot diri dan menunjuk angka malam / disembeli hak kami menikmati warna kelam / tapi tak pernah lupa mengirim setitik harapan disela-sela aroma tangisi. Penyair menggambarkan tentang masala kehidupan yang menimpa warga palestina. Pada larik ini juga berhubungan dengan bait pertama pada kata “siang dan malam” yang menunjuk pada hal waktu yang diungkapkan secara bersamaan : ”menunjuk angka malam” tetapi menikamati warna kelam”. Waktu adalah masalah kemanusiaan senantiasa dihadapi siapa pun setiap hari. Karena waktu pula hak-hak mereka telah dirampas pasukan israel. Penderitaan dan kesengsaraan yang dirasakan mereka juga sangat memprihatinkan karena hanya merasakan dunia kegelapan yang terungkap pada kata “disimbeli hak kami menikmati warna kelam”. Namun dibenak mereka harapan selalu ada. Disela-sela tangisan mereka mungkin harapan tidak akan pernah tau kapan akan datang. Mungkinkah La Ode Gusman Nasiru dengan melihat peristiwa tersebut. Timbul dalam jiwanya bahwa walaupun kehidupan yang penuh penderitaan tetapi harapannya tidak pernah hilang. Dan tanpa harapan pula kehidupannya tidak akan berarti.

Pemilihan kata “ jerit kematian yang telah terduga” diartikan sebagai gambaran kematian jelas sekali secara terang-terangan didepan mata. Kematian adalah masalah siapapun sebagai takdir atas penerimaan kehidupan yang dijalani di dunia. Kesadaraan akan takdir mereka dihadapkan dengan kematian dalam suatu kehidupan. Jadi gambaran tersebut merupakan simbol kesadaran penyair atau takdir sebagai manusia. Kesadaran atau takdirnya itu timbul dalam jiwanya, tetapi kematian sebagai bagian dari kehidupannya. Namun bagaimana dengan kata “dan malu ini kami jinjing di atas kepala / memperlihatkan kepada dunia / bahwa kami berhasil terusir dari bumi sendiri. Maksudnya disini penyair menggambarkan perasaan malu yang dialami warga gaza. Pemilihan kata malu sendiri diartikan bukan karena malu seperti mencari atau merampas hak-hak orang lain, tetapi memperlihatkan kepada dunia bahwa mereka malu karena terusir dari wilayah kekuasaan sendri. Dengan rasa malu mereka meninggalkan kehidupan yang pernah menjadi hak mereka.
Pada stanza ke empat yang berbunyi : jangan lupa menyapa tanah kami setiap shalat yang kau rancang di atas sajadah-Mu, Yohana. Penyair menyarankan kepada kita semua untuk selalu mendoakan mereka. Di sini juga jelas bahwa kita sesama umat muslim harus saling mendoakan. Namun saya sebagai pengkaji juga mengharapkan kepada seluruh masyarakat yang telah menyaksikan peristiwa tersebut, marilah kita buat sejarah baru, sejarah yang akan bermanfaat untuk kita semua dikemudian hari, sejarah yang menghibur dan menyenang hati saudara-saudara kita digaza khususnya dan palestina umumnya.

Simpulan pokok pikiran makna puisi kerya La Ode Gusman Nasiru saya mendapatkan empat pokok pikiran yang saling berkaitan.
 Kemana mereka harus pergi disaat hidup mereka terancam ?
 Kepada siapa meminta perlindungan disaat diri mereka menderita dan tidak ada seorang pun yang bisa membantu mereka ?
 Kemana harus pergi mencari petunjuk dan semangat ketika kehidupan mereka padam tidak berarti ?
 Dalam situasi demikian, tidak ada jalan lain selain berdoa dihadapan Tuhan
Sekarang bagaimana halnya dengan sikap penyair terhadap pokok pikiran puisi tersebut, mungkin ada bermacam-macam sikap seseorang sewaktu menghadapi situasi demikian. Mungkin mereka akan termenung sendiri, bertindak masa bodoh, menyalahkan orang lain dan berbagai kemungkinan sikap lainnya akan tetepi lain halnya dengan sikap penyair mungkin ia mengungkapkan bahwa dalam keadaan demikian tidak ada jalan lain kecuali dengan berdoa. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa dalam meampilkan pokok-pokok pikiran penyair memiliki suatu sikap yakni berserah kepada tuhan.

Namun bagaimana dengan sikap panyair terhadap pembaca? Sikap penyair terhadap pembaca akan mewujudkan adanya sikap yang bermacam-macam. Dalam hal ini mungkin mengajak, mengarahkan dan lain-lain. Adanya sikap-sikap tertentu dalam suatu puisi umumnya ditandai dengan bentuk-bentuk peryantaan tertentu. Dalam hal ini jangan tutup mata anda, seandainya tanda tertentu yang dapat menyiratkan sikap penyair terhadap pembaca tidak ada, dapat dipastikan bahwa penyair dapat menyikapi pembaca dengan sikap sesungguhnya.

Sekarang bagaimana dengan rangkuman penafsiran puisi? Rangkuman keseluruhan hasil penafsiran tersebut, baik penafsiran terhadap satuan-satuan pokok pikiran, maupun sikap penyair terhadap pembaca sewaktu menampilkan pokok-pokok pikiran tertentu ke dalam suatu kesatuan utuh. Dengan cara demikian, pada dasarnya dapat menemukan totalitas makna puisi yang saya baca. Namun bagaimana halnya dengan menentukan tema puisi?

Pembahasan tema pada dasarnya menerapkan pembahasan yang cukup rumit karena dalam hal ini menganalisis harus mampu berpikir secara mendasar. Hal ini dapat saja dimaklumi karena tema berhubungan dengan lapis duania yang metafisis (gaib) untuk mencapainya, pengkaji harus membaca hasil rangkuman totalitas makna yang telah dibuat secara berulang-ulang untuk membuat satu simpulan yang menjadi inti keseluruhan totalitas maknanya.

Dari keseluruhan totalitas makna yang terdapat dalam puisi yang berjudul “Bukit Pasir Sajadah Yohana” misalnya dapat dikatakan bahwa tema dalam puisi tersebut adalah dengan mendoakan mereka semua, maka dapat meringankan penderitaan yang mereka alami.

Berdasarkan pembahasan di atas dapat saya simpulkan bahwa puisi karya Laode Gusman Nasiru memang, jika kita membaca sekilas puisi biasa-biasa saja dari segi isi mapun dari segi bentuk. Namun ketika kita memaknai isinya lebih dalam, kita dapat menemukan kepuasan tersendiri setelah membancanya.

Beberapa kepuasan yang saya dapatkan dari puisi Laode Gusman Nasiru diantara dari segi bahasanya yang sederhana namun cukup mengesankan untuk mengungkapakan sebuah peristiwa yang memperhatinkan. saya juga mengapresiasi karya Laode Gusman Nasiru yang merupakan penyait mudah yang karnyanya mulai memberi inspirasi bagi pengkaji. Dia lahir di Bau-bau 18 Juni 1989.


0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

Zona Kendari

Sign by Danasoft - Get Your Free Sign


Universitas Haluoleo

Kedai Estetik : Berbahasa dengan jujur.

merupakan ruang publikasi Mahasiswa | Program Mata Kuliah kajian Puisi tahun 2010/2011 | Program Studi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia | Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan | Universitas Haluoleo | Kendari Sulawesi Tenggara Indonesia.

Recent Comments kedai estetik